الْعِبَادَةُ
Jika kita
bertanya untuk apa manusia diciptakan? Bagi seorang muslim tentu jawabannya
selalu mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
“Aku tinggalkan
ditengah-tengah kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama
kalian berpegang teguh dengan dua perkara tersebut, yaitu Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah SAW.” (HR.
Imam Malik)
Ada tiga tujuan
mengapa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini. Pertama, sebagai Hamba
Allah yang diperintahkan untuk senantiasa beribadah kepada Allah dan
mengagungkan-Nya. Kedua, sebagai Khalifah di muka bumi yang
diperintahkan untuk memakmurkan bumi, menjaga kelestariannya dan menjauhkan
dari pengrusakan. Ketiga, sebagai seorang Da’i atau penyeru di jalan
Allah yang diperintahkan mengingatkan manusia agar selalu melaksanakan tugas
sebagai Hamba Allah dan sebagai
Khalifah di muka bumi dengan istiqomah.
Sebagai Hamba Allah
Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyat (51) ayat 56 menyatakan: “dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyat (51) ayat 56 menyatakan: “dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
“Wahai manusia! Ibadahlah kepada Rabb
yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
(QS. 2:21)
Dalam kedua ayat
tersebut diatas dengan sangat jelas Allah menyatakan bahwa manusia (juga jin)
diciptakan tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Manusia adalah hamba Allah yang harus
menyerahkan seluruh jiwa raga nya hanya kepada Allah saja, realisasinya dalam
bentuk pengabdian secara totalitas sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yang
menyatakan :
“Katakanlah (Muhammad) : Sesungguhnya
sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta
alam”. (QS. 6:162)
“dan
tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Allah dengan ikhlas
mentaatiNya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan
sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus
(benar).” (QS.
98:5)
Artinya, seluruh manusia wajib 24 jam
sepanjang hidupnya beribadah kepada Allah SWT. Bagaimana mungkin 24 jam
beribadah kepada Allah? Apakah kita tidak perlu bekerja, sekolah, rekreasi,
makan, minum, berkeluarga dll? Pertanyaan tersebut ada karena pemahaman
‘ibadah’ yang tidak komprehensif, mereka memahami ‘ibadah’ dalam bentuk ibadah
mahdhah (ritual) seperti sholat, puasa, zakat, haji saja, sedangkan selain hal
tersebut adalah aktivitas duniawi. Ini adalah pemahaman sekuler yaitu pemisahan
kehidupan dunia dan akhirat.
Pemahaman ‘ibadah’ yang benar adalah seluruh aktivitas manusia yang terlihat
ataupun tidak terlihat, dalam rangka meraih keridhoan Allah SWT.
Pekerjaan-pekerjaan kita yang umumnya kita sebut sebagai pekerjaan
yang bersifat duniawi, sesungguhnya semuanya adalah ibadah, asalkan
dalam mengerjakannya kita menjaga diri pada batas-batas yang telah ditentukan Allah, setiap langkah
selalu memperhatikan apa yang diperbolehkan Allah dan apa yang dilarangNya. Dengan
demikian, maka hidup yang kita tempuh adalah ibadah; tidur kita, makan dan
minum kita, bekerjanya kita, bahkan berjalan dan berbicara kita, semuanya
adalah ibadah
sehingga 24 jam non-stop kita dapat beribadah.
“Sesungguhnya
amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapatkan balasan amal
sesuai niatnya. Barangsiapa yang berhijrah hanya karena Allah dan RasulNya maka
hijrahnya itu menuju Allah dan RasulNya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia
yang ia harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu
menuju yang ia inginkan.” (HR. Bukhari & Muslim)
Sesuatu amalan/ kegiatan dinilai ibadah
jika diniatkan dengan memenuhi tiga unsur berikut:
1. Penuhi hak
(perintah) Allah SWT, sesuai dengan Al-Qur’an,
2. Penuhi hak (perintah)
Rasulullah SAW; sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW,
3. Penuhi hak
manusia; manusia mendapatkan manfaat kebaikan.
Segala aktivitas
yang kita lakukan dalam rangka ‘ibadah’ harus dibarengi dengan niat yang
ikhlas. Ikhlas dalam beribadah berarti menjalankan sebuah amalan karena
dilandasi untuk memenuhi seruan Allah kepada kita, bukan karena yang lain.
Dengan pemahaman bahwa apa yang Allah perintahkan dan yang dilarang-Nya
merupakan jalan bagi kita untuk bertaqarrub kepada Allah. Maka, jika ada orang
yang menjalankan sebuah amal karena ‘selain Allah’ seperti ingin dipuji orang
lain, maka amalnya tertolak.
"Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu.
Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. 39:65)
Kualitas ibadah
juga harus bernilai ihsan.
...Kemudian dia (Jilbril) berkata lagi:
“ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau SAW bersabda: “ Ihsan adalah
hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika
engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihat engkau”. (HR.
Muslim)
Demikianlah,
segala sesuatu yang kita lakukan sebenarnya merupakan ibadah jika kita
melaksanakannya karena dilandasi harapan mendapatkan ridho Allah SWT. Sehingga
manusia selama hidupnya akan bernilai ibadah seperti dalam tujuan diciptakannya
(QS. 51:56).