Jumat, 29 Maret 2013

IBADAH


الْعِبَادَةُ


Jika kita bertanya untuk apa manusia diciptakan? Bagi seorang muslim tentu jawabannya selalu mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

“Aku tinggalkan ditengah-tengah kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan dua perkara tersebut, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.” (HR. Imam Malik)

Ada tiga tujuan mengapa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini. Pertama, sebagai Hamba Allah yang diperintahkan untuk senantiasa beribadah kepada Allah dan mengagungkan-Nya. Kedua, sebagai Khalifah di muka bumi yang diperintahkan untuk memakmurkan bumi, menjaga kelestariannya dan menjauhkan dari pengrusakan. Ketiga, sebagai seorang Da’i atau penyeru di jalan Allah yang diperintahkan mengingatkan manusia agar selalu melaksanakan tugas sebagai Hamba Allah dan sebagai Khalifah di muka bumi dengan istiqomah.

Sebagai Hamba Allah    
Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyat (51) ayat 56 menyatakan: “dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

“Wahai manusia! Ibadahlah kepada Rabb yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. 2:21)

Dalam kedua ayat tersebut diatas dengan sangat jelas Allah menyatakan bahwa manusia (juga jin) diciptakan tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Manusia adalah hamba Allah yang harus menyerahkan seluruh jiwa raga nya hanya kepada Allah saja, realisasinya dalam bentuk pengabdian secara totalitas sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yang menyatakan :

“Katakanlah (Muhammad) : Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam”. (QS. 6:162)

“dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Allah dengan ikhlas mentaatiNya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. 98:5)

Artinya, seluruh manusia wajib 24 jam sepanjang hidupnya beribadah kepada Allah SWT. Bagaimana mungkin 24 jam beribadah kepada Allah? Apakah kita tidak perlu bekerja, sekolah, rekreasi, makan, minum, berkeluarga dll? Pertanyaan tersebut ada karena pemahaman ‘ibadah’ yang tidak komprehensif, mereka memahami ‘ibadah’ dalam bentuk ibadah mahdhah (ritual) seperti sholat, puasa, zakat, haji saja, sedangkan selain hal tersebut adalah aktivitas duniawi. Ini adalah pemahaman sekuler yaitu pemisahan kehidupan dunia dan akhirat.

Pemahaman ‘ibadah’ yang benar  adalah seluruh aktivitas manusia yang terlihat ataupun tidak terlihat, dalam rangka meraih keridhoan Allah SWT. Pekerjaan-pekerjaan  kita yang umumnya kita sebut sebagai pekerjaan yang bersifat duniawi, sesungguhnya semuanya adalah ibadah, asalkan dalam mengerjakannya kita menjaga diri pada batas-batas yang telah ditentukan Allah, setiap langkah selalu memperhatikan apa yang diperbolehkan Allah dan apa yang dilarangNya. Dengan demikian, maka hidup yang kita tempuh adalah ibadah; tidur kita, makan dan minum kita, bekerjanya kita, bahkan berjalan dan berbicara kita, semuanya adalah ibadah sehingga 24 jam non-stop kita dapat beribadah.

“Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapatkan balasan amal sesuai niatnya. Barangsiapa yang berhijrah hanya karena Allah dan RasulNya maka hijrahnya itu menuju Allah dan RasulNya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia inginkan.” (HR. Bukhari & Muslim)

Sesuatu amalan/ kegiatan dinilai ibadah jika diniatkan dengan memenuhi tiga unsur berikut:
1. Penuhi hak (perintah) Allah SWT, sesuai dengan Al-Qur’an,
2. Penuhi hak (perintah) Rasulullah SAW; sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW,
3. Penuhi hak manusia; manusia mendapatkan manfaat kebaikan.

Segala aktivitas yang kita lakukan dalam rangka ‘ibadah’ harus dibarengi dengan niat yang ikhlas. Ikhlas dalam beribadah berarti menjalankan sebuah amalan karena dilandasi untuk memenuhi seruan Allah kepada kita, bukan karena yang lain. Dengan pemahaman bahwa apa yang Allah perintahkan dan yang dilarang-Nya merupakan jalan bagi kita untuk bertaqarrub kepada Allah. Maka, jika ada orang yang menjalankan sebuah amal karena ‘selain Allah’ seperti ingin dipuji orang lain, maka amalnya tertolak.

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. 39:65)

Kualitas ibadah juga harus bernilai ihsan.

...Kemudian dia (Jilbril) berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau SAW bersabda: “ Ihsan adalah hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihat engkau”. (HR. Muslim)

Demikianlah, segala sesuatu yang kita lakukan sebenarnya merupakan ibadah jika kita melaksanakannya karena dilandasi harapan mendapatkan ridho Allah SWT. Sehingga manusia selama hidupnya akan bernilai ibadah seperti dalam tujuan diciptakannya (QS. 51:56).